Maros ,fokustime.id– Kasus dugaan pencabulan dan pengeroyokan yang menimpa almarhumah Kastia (54), warga Jalan Taqwa Barandasi, Lau, Kabupaten Maros, kembali menuai sorotan tajam. LSM Pekan 21 menyoroti kinerja Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Maros yang dinilai lamban menangani laporan korban hingga berujung maut.
Sekretaris Jenderal LSM Pekan 21, Amir Kadir, SH, menyebut keterlambatan aparat khususnya Kanit PPA dalam memproses laporan adalah bentuk nyata kelalaian. “Kami menilai kinerja Kanit PPA Polres Maros sangat tidak maksimal. Padahal kasus ini menyangkut perlindungan perempuan, namun hingga korban meninggal dunia, para terlapor belum juga ditetapkan status hukumnya,” tegas Amir, Selasa (2/9/2025).
Menurut Amir, peran PPA seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban. Namun yang terjadi justru sebaliknya, korban dibiarkan tanpa perlindungan sampai akhirnya meninggal dunia. “Ini preseden buruk. Polres Maros harus segera melakukan evaluasi internal, khususnya terhadap kinerja Kanit PPA,” tambahnya.
Amir juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. LSM Pekan 21 berencana menempuh jalur praperadilan bila Polres Maros tetap tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus ini. “Jika dalam waktu dekat tidak ada progres, kami akan daftarkan gugatan praperadilan. Jangan biarkan hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujarnya.
LSM Pekan 21 menilai, ketidakjelasan penanganan perkara ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Apalagi kasus tersebut telah memiliki nomor laporan resmi, yakni LP/B/228/VIII/2025/SPKT/POLRES MAROS/POLDA SULSEL. “Ini bukan lagi soal teknis, tapi soal komitmen aparat dalam menegakkan hukum,” ungkap Amir.
Keluarga korban pun mendukung langkah tegas LSM Pekan 21. Mereka menilai evaluasi kinerja PPA sangat penting agar tidak ada korban lain yang mengalami nasib serupa. “Kami hanya ingin keadilan untuk almarhumah. Polisi jangan diam saja,” kata salah satu keluarga.
Sementara itu, saat dihubungi melalui WhatsApp, Aiptu Sakoil dari Polres Maros memberikan tanggapan singkat. “Untuk informasi lebih lanjut silakan datang langsung ke kantor,” tulisnya. Namun demikian, sejumlah pihak menilai, media tidak harus selalu datang ke kantor untuk mendapatkan keterangan resmi.
Mengacu pada regulasi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 7 ayat (2) mewajibkan badan publik, termasuk kepolisian, untuk menyediakan informasi secara cepat, tepat waktu, dan sederhana melalui berbagai saluran. Selain itu, Perkap Polri Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 5 ayat (1) juga menegaskan bahwa setiap laporan dan permintaan informasi dari masyarakat maupun media wajib dilayani secara transparan. Artinya, aparat tidak boleh membatasi akses informasi hanya dengan datang ke kantor.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan detail dari Polres Maros terkait perkembangan kasus maupun evaluasi kinerja Unit PPA. Publik kini menunggu apakah Polres Maros akan menjawab tuntutan transparansi dan penegakan hukum yang disuarakan LSM serta keluarga korban.
(LLGg)