Fokustime.id – Maros, 15 Juni 2025 — Keterlambatan audit kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Maros memicu dugaan serius praktik perlindungan terhadap pelaku kejahatan anggaran. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Selatan dituding menghambat jalannya proses hukum melalui audit yang tak kunjung rampung meski sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun.
Sekretaris Jenderal LSM PEKAN 21, Amir Kadir, S.H., menilai kondisi ini tak bisa lagi dipandang sebagai kelalaian birokrasi, melainkan patut dicurigai sebagai bagian dari obstruction of justice yang masuk ranah pidana. Ia mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengambil alih penanganan kasus dari Kejaksaan Negeri Maros agar proses penegakan hukum terbebas dari intervensi lokal.
“Jika audit molor karena alasan teknis, masyarakat bisa menerima. Tapi kalau sudah berulang kali dijanjikan akan rampung, dan tak kunjung terealisasi, patut dicurigai ada upaya sistematis melindungi pihak-pihak tertentu dari jerat hukum,” tegas Amir.
Amir menyebut sejumlah dasar hukum yang memungkinkan diprosesnya tindakan penghambatan tersebut sebagai tindak pidana, antara lain:
Pasal 21 UU Tipikor yang mengancam 3 hingga 12 tahun penjara bagi siapa pun yang menghalangi penyidikan perkara korupsi;
Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara;
UU No. 30 Tahun 2014 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, terkait penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada kerugian negara;
Perpres No. 192 Tahun 2014 yang mewajibkan BPKP menyerahkan hasil audit tepat waktu, dan menyebutkan sanksi administratif bagi keterlambatan tanpa alasan sah.
“Kalau audit dipakai sebagai alat tawar-menawar atau tameng bagi koruptor, negara tidak boleh diam. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pelanggaran hukum yang harus ditindak,” katanya.
Kekecewaan juga datang dari internal penegak hukum. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Maros, Sulfikar, mengaku frustrasi dengan janji audit yang tak kunjung dipenuhi.
“Saya sudah bosan dijanji. Berkali-kali disebut audit akan rampung minggu depan, tapi tak pernah ditepati. Padahal dari kejaksaan, kami sudah siap menetapkan tersangka begitu hasil audit diserahkan,” ungkap Sulfikar.
Amir menambahkan, PEKAN 21 memberikan waktu satu pekan ke depan sebagai batas akhir penyerahan hasil audit. Jika tidak, pihaknya akan melayangkan laporan resmi ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Kejaksaan RI untuk meminta pemeriksaan terhadap oknum di BPKP Sulsel yang diduga menghambat proses hukum.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kalau aparat negara berubah menjadi pelindung kejahatan anggaran, masyarakat sipil wajib berdiri dan melawan. Hukum tidak boleh dikalahkan oleh permainan audit,” tegas Amir.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Jika proses hukum terus-menerus dihambat dengan alasan administratif, maka bukan tidak mungkin publik akan menarik kepercayaannya terhadap lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga akuntabilitas anggaran.
(LLGg)