banner 325x300
Uncategorized

Sertifikat Tanah di Bonto Bahari Dipertanyakan, LSM Pekan 21: Kok Bisa Terbit Tanpa Mengacu Aturan Garis Sempadan?

 

Maros Fokustime.id – Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pesisir Bonto Bahari, Kecamatan Bontoa, Maros, kini jadi sorotan. Pasalnya, sertifikat seluas 0,8 hektar tersebut ternyata berada di wilayah yang diduga melanggar aturan Garis Sempadan Pantai, namun tetap bisa terbit.

Kasus ini mencuat setelah pemilik SHM secara sukarela menyerahkan tanahnya ke negara. Kepala BPN Maros, Murad Abdullah, menyebut langkah itu sebagai keputusan bijak untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari. “Pada saat sertifikat diterbitkan tahun 2008, prosedurnya sudah sesuai. Tapi setelah ada Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang ekosistem mangrove, tanah ini masuk kawasan lindung,” ujarnya, Selasa (13/2/2024).

Namun, pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan besar. Sekretaris Jenderal LSM Pekan 21, Amir Kadir, S.H., menegaskan bahwa sejak dulu sudah ada aturan terkait sempadan pantai. “Yang perlu dipertanyakan, kok bisa sertifikat ini terbit kalau memang ada aturan sempadan pantai yang melarang? Garis sempadan laut itu bukan aturan baru, sudah lama ada,” ujarnya.

Menurut Amir, regulasi tentang garis sempadan jelas mengatur jarak aman dari pantai yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai secara pribadi. “Kalau benar tanah ini masuk dalam kawasan yang seharusnya dilindungi, berarti ada yang salah dalam penerbitan sertifikatnya. Negara harus bertanggung jawab dan mengaudit semua sertifikat serupa,” tegasnya.

Sengkarut status tanah di Bonto Bahari juga memperlihatkan adanya perbedaan pendapat antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel. DKP bersikukuh bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari laut, sementara BPN berargumen bahwa itu adalah kawasan mangrove.

Amir Kadir menekankan bahwa kasus ini bukan sekadar soal satu pemilik tanah yang menyerahkan lahannya, tetapi menyangkut kebijakan pertanahan yang lebih luas. “Kalau ada satu sertifikat yang terbit tanpa mengacu garis sempadan laut, bisa jadi ada banyak kasus serupa. Ini harus dibuka ke publik, jangan sampai ada mafia tanah bermain di sini,” katanya.

LSM Pekan 21 mendesak pemerintah segera melakukan investigasi menyeluruh dan memastikan tak ada lagi penerbitan sertifikat di kawasan yang seharusnya dilindungi. “Jangan sampai nanti ada lagi kasus seperti ini, terus masyarakat yang disalahkan, padahal masalahnya ada di tata kelola pemerintah,” pungkas Amir.(Lallygeger)

Exit mobile version